Kamis, 28 Juli 2016

BANGKIT! (2016) REVIEW : Pionir Genre Baru di Perfilman Indonesia


Genre perfilman Indonesia akhir-akhir ini pun semakin berwarna. Mulai dari drama, komedi, hingga film aksi mulai sering dibuat oleh film-film Indonesia. Hingga pada akhirnya, Oreima Films dan juga Kaninga Pictures berusaha untuk memberikan sebuah genre baru di perfilman Indonesia untuk mewarnai keragaman di dalamnya. Muncullah sebuah ide untuk membuat sebuah disaster movie yang mungkin sudah bukan hal baru di industri perfilman Hollywood.

Proyek ini sudah terdengar proses pembuatannya sejak tahun 2015, dengan banyak memunculkan teaser-teaser poster yang cukup menggugah minat calon penontonnya. Jakarta Bangkit pada awalnya menjadi judul atas proyek film ini hingga pada akhirnya memutuskan untuk memilih judul Bangkit! sebagai judul akhir. Dengan tagline ‘karena menyerah bukan pilihan’, Rako Prijanto berusaha keras untuk mengarahkan film bencana pertama yang ada di Indonesia yang dibintangi oleh Vino G. Bastian, Acha Septriasa, Deva Mahenra, dan juga Putri Ayudya.

Sebagai yang pertama di perfilman Indonesia, Bangkit! mungkin akan dipenuhi dengan banyak pertaruhan. Entah secara kualitas maupun kuantitas yang dihasilkan oleh film Bangkit! ini sendiri. Apalagi, film ini dipenuhi dengan gegap gempita visual efek yang mulai dari awal film hingga akhir. Yang mana, di dalam bidang tersebut film-film Indonesia mungkin bisa dikatakan belum mahir bahkan masih sangat lemah. Sehingga, tak salah jika penonton masih merasa was-was dengan film ini. Tetapi, Bangkit! adalah sebuah film Indonesia yang penting untuk diapresiasi di tahun 2016 ini. 


Bangkit! terinspirasi dengan sebuah realita tentang kota Jakarta yang sering terkena banjir. Maka, Rako Prijanto dan tim berusaha untuk membentuk sebuah bahasa visual yang dapat menjelaskan realita itu dengan karakter-karakternya. Di mana, Addri (Vino G. Bastian) adalah kepala dari sebuah keluarga bahagia bersama Indri (Putri Ayudya). Addri pun sangat berjasa dengan jasanya sebagai ketua Basarnas yang selalu sigap atas keluh kesah warga kota Jakarta. Ketika sebuah bencana datang, Arifin (Deva Mahenra) adalah seseorang yang ditolong olehnya.

Bencana tersebut membuat Arifin datang ke upacara pernikahannya dengan sang kekasih, (Acha Septriasa) karena tenggelam di sebuah bangunan karena banjir. Tetapi, kegentingan masalah pribadi tersebut ternyata hanya menjadi sedikit kecil dari problematika yang ada. Karena masalah terbesar adalah Jakarta sudah dalam fase banjir yang menghawatirkan. Badai terus menyerang kota Jakarta hingga volume air sudah tak dapat menampung. Addri dan Arifin mencoba untuk mencari solusi atas bencana yang tak kunjung berhenti ini. 


Bangkit! mungkin memiliki cerita-cerita khas Hollywood dalam membangun sebuah film dengan tema bencana di dalam filmnya. Bangkit! terlihat memiliki banyak referensi dengan tema-tema film serupa, sehingga Bangkit! mungkin memiliki sebuah kematangan dalam mengemas filmnya. Karakter di dalam film Bangkit! memang terlampau banyak dengan problematikanya masing-masing. Akan terasa sekali di awal film, Rako Prijanto kebingungan untuk mengenalkan satu persatu karakter di dalam film Bangkit!

Belum selesai dalam mengenalkan para karakternya, Rako Prijanto langsung menghajar penonton dengan konflik utama di dalam film Bangkit!. Sehingga, penonton mungkin terasa sedikit kesusahan untuk memberikan sebuah simpatinya dengan para karakter di dalam film ini. Namun, perlahan Rako Prijanto tahu untuk mengarahkan subplot ceritanya yang belum cukup tertata di 20 menit awal film. Semakin lama, Bangkit! semakin mencengkram penontonnya dengan konflik-konflik yang ada.

Bangkit! akhirnya menyatukan semua problematika karakter sehingga dapat memberikan fokus besar terhadap konflik utama di dalam film ini. Sebagai sebuah pionir atas film dengan genre bencana ini, Bangkit! mungkin akan terjebak dalam sebuah film yang dijadikan sebagai ajang pamer atas pencapaian visual efek. Ternyata Bangkit! berada di luar dugaan. Tahu bahwa film ini masih lemah dalam menampilkan gegap gempita visual efek, Bangkit! berusaha untuk berusaha mencengkram penontonnya dengan konflik-konflik yang menumbuhkan sebuah simpati. 


Rako Prijanto berhasil memunculkan sebuah emosi dari setiap karakternya meskipun membutuhkan waktu yang cukup lama. Hal itu pun dipengaruhi oleh plot-plot sampingan dari film Bangkit! yang terlalu banyak. Sehingga, mungkin durasi film terasa membengkak hingga 122 menit karena membutukan penyelesaian di setiap konfliknya. Tetapi, Bangkit! bisa memberikan sesuatu yang menarik yang membuat penonton betah mengikuti konfliknya hingga akhir.

Bicara tentang visual efek, Bangkit! mungkin masih memiliki kelemahan dalam presentasinya. Tetapi kerja kerasnya dalam memberikan sebuah detil-detil di dalam editing visual efeknya, hal tersebut patut untuk diacungi jempol. Beberapa mungkin terlihat kasar, tetapi beberapa efeknya masih mampu memberikan sebuah tensi di dalam filmnya. Secara visual efek, Bangkit! jelas tak bisa dibandingkan dengan film-film luar negeri yang sudah terbiasa dengan grafis komputer. Sehingga, dalam menilai film ini tentu perlu parameter yang berbeda. 

 
Maka, sebagai sebuah pionir sebuah film dengan genre seperti ini, Bangkit! bisa dikatakan memiliki presentasi yang berhasil. Meskipun, Bangkit! masih memiliki problematika dalam memberikan sebuah keterikatan dengan penontonnya, tetapi pada akhirnya Bangkit! berhasil menumbuhkan simpati penonton setelah 20 menit pertama. Pun, hal itu semakin mengikat penonton hingga akhir film dan bagusnya Bangkit! mengetahui kelemahannya dalam memamerkan visual efek yang luar biasa. Sehingga, Rako Prijanto menjadikan hal tersebut sebagai sebuah bonus yang berbeda di perfilman Indonesia. Jadilah, Bangkit! sebagai salah satu sebuah film Indonesia yang penting di tahun ini dan berbeda. 

2 komentar: