Sabtu, 15 Agustus 2015

FANTASTIC FOUR (2015) REVIEW : Superhero Movie’s Catastrophe


Sedang mengalami tren, film-film superhero menguatkan diri mereka untuk membangun dunia sinematik yang semakin luas. Marvel, di bawah naungan Disney semakin memperluas dunia mereka dan sudah berjalan ke fase ketiga. DC, di bawah Warner Bros pun ikut melebarkan dunia mereka diawali oleh Man of Steel dan Batman V Superman di tahun 2016. Marvel, di bawah naungan 20th Century Fox pun ingin melebarkan dunia sinematiknya.
 
Hak cipta Marvel di berbagai rumah produksi memang bisa dibilang rumit. Ada 3 rumah produksi besar yaitu Disney, 20th Century Fox, dan Sony yang memiliki hak cipta atas komik marvel. 20th Century Fox memegang hak cipta untuk X-Men dan Fantastic Four untuk filmnya. Dunia X-Men yang sudah semakin besar jelas menguntungkan pihak 20th Century Fox. Dan, Fantastic Four yang sebelumnya sudah pernah ada pun dibuat ulang dengan harapan bisa memperluas dunia sinematik para mutan. Dan Josh Trank memiliki pengaruh besar untuk hasil akhir filmnya.

Fantastic Four garapan Josh Trank ini ingin menawarkan sesuatu yang berbeda dengan film sebelumnya. Dengan harapan menjadi sesuatu yang  berbeda, ternyata Josh Trank terlalu ambisius sehingga adanya kekacauan besar dalam penggarapan filmnya. Tak hanya dari segi cast, terutama pemilihan Michael B. Jordan sebagai Human Torch, tetapi juga adanya cekcok yang terjadi antara Josh Trank dan rumah produksinya. Dan hal tersebut ternyata benar-benar memengaruhi bagaimana performa Fantastic Four secara keseluruhan. 


Bagaimana Richard Reed (Miles Teller) ingin mewujudkan impiannya membuat teleporter di masa depan memang memiliki banyak rintangan. Banyak orang yang mencemooh apa yang dia pikirkan karena dianggapnya tak masuk akal. Hanya Ben Grimm (Jamie Bell) satu-satunya orang yang secara tak sengaja menjadi orang kepercayaan Richard untuk mengembangkan mesin teleporter miliknya. Hingga suatu ketika, di pesta sains sekolahnya, Dr. Franklin Storm (Reg E. Cathey) dan Sue Storm (Kate Mara) mendatanginya dan memberikan Richard beasiswa penuh atas karyanya.

Richard pun mengembangkan alat teleporter miliknya atas kemauan Dr. Franklin. Juga, dia mendapatkan rekomendasi untuk dibantu oleh Victor (Toby Kebbell) yang pernah dipercayai oleh Dr. Franklin dalam proyek yang sama. Pun, dibantu oleh Sue dan Johnny (Michael B. Jordan). Setelah berhasil, mereka tak dibolehi untuk pergi menggunakan teleporter untuk mendatangi planet yang dia temukan. Secara diam-diam, mereka bertiga –Richard, Johnny dan Victor –bersama Ben pergi ke sana dan mendapatkan bencana yang ternyata membuat mereka mempunyai kemampuan lain. 


Sebenarnya tak ada yang salah dengan apa yang diangkat oleh Josh Trank sebagai jalan cerita dari Fantastic Four. Pun, tak ada yang salah dengan membuat ulang film Fantastic Four yang telah lama usang dengan para pemain yang sudah memiliki jalannya masing-masing. Toh, dua seri Fantastic Four yang diarahkan oleh Tim Hughes pun tak mendapatkan respon yang memuaskan dari para kritikus film. Meskipun, beberapa penonton masih menikmati apa yang ditawarkan oleh Tim Hughes dalam filmnya.

Pun, dengan penuh percaya diri, 20th Century Fox menceritakan ulang Fantastic Four dengan beberapa tambahan yang membuat film ini terlihat lebih menarik. Dengan menunjuk Josh Trank sebagai sutradara, sebenarnya bukan sesuatu yang salah. Chronicle, film debut miliknya, mendapatkan respon yang sangat positif dari para kritikus. Sehingga tak salah bila 20th Century Fox mempercayakan proyek ini kepada Josh Trank.

Tak disangka, pertengkaran dan kekacauan Josh Trank di lokasi syuting Fantastic Four menyebabkan kehancuran luar biasa terhadap presentasi filmnya. Reboot Fantastic Four miliknya menjadi sebuah catastrophe dalam catatan film-film manusia berkekuatan super. Awal mula bagaimana Fantastic Four menjadi sebuah film manusia super dengan dasar scientific untuk meyakinkan cerita dasar memang terlihat sangat menarik. Hanya saja, apa yang telah dijelaskan oleh film ini yang kelewat rumit dan asyik sendiri ini pun terasa sia-sia. Karena paruh kedua film ini benar-benar hancur tak bersisa. 


Ada yang tak terkontrol ketika Fantastic Four berusaha untuk mengenalkan setiap karakter di dalam filmnya. Fantastic Four secara perlahan membangun tensi untuk filmnya. Terlalu banyak ide yang dituangkan ke dalam naskah yang ditulis ramai-ramai oleh Jeremy Slater, Josh Trank, dan Simon Kinberg. Dengan cerita yang berjalan perlahan, harusnya Josh Trank tahu untuk menyampaikan ceritanya secara terstruktur. Sayangnya, karena terlalu banyak atas apa yang akan diceritakan, Fantastic Four jatuh ke fase yang benar-benar membuat filmnya berada di titik yang sangat jenuh.

Meski adanya dasar scientific untuk lebih meyakinkan penontonnya, pun dengan durasi paruh awal yang terlalu lama tak lantas membuat karakter di dalamnya kuat. Karakter-karakter manusia super di dalamnya sangat terasa satu dimensi yang seharusnya menjadi kekuatan filmnya sendiri. Paruh kedua pun tak ada i’tikad baik untuk memperbaiki apa yang menjadi noda di dalam filmnya. Bencana besar datang untuk menghancurkan segala upaya Josh Trank mengarahkan film Fantastic Four menjadi sajian yang berada di atas film sebelumnya. 


Seperti sebuah home video berformat VCD yang dibagi menjadi 3 bagian, Fantastic Four seperti menonton dari disc nomor pertama dan langsung menikmati ending-nya di kepingan ketiga. Fantastic Four benar-benar berantakan dan apa yang sudah disajikan di paruh pertama benar-benar telah diabaikan oleh Josh Trank. Segala plot yang diceritakan panjang lebar pun tak terasa sia-sia. Masalah utama di Fantastic Four pun benar-benar kabur.

Segalanya dipaksa hadir di sisa 30 menit filmnya. Masalah baru hadir dan pergi dengan sekejap dan hal itu semakin membuat parah keseluruhan presentasi dari Fantastic Four. Pun ekspektasi penonton yang mengharapkan pameran visual effect untuk film ini pun siap-siap kecewa. Tak ada sama sekali adegan-adegan battle yang dapat membuat penonton yang haus akan hal itu terpenuhi rasa dahaganya. Dan ya, hal itu mengurangi lagi poin untuk Fantastic Four yang sudah sangat rendah. 


Perlunya sebuah reboot untuk memperbaiki film pendahulunya yang mendapat respon tak terlalu baik dari kritikus film pun tak dipenuhi oleh Josh Trank. Proyek reboot empat kawanan berkekuatan super ini malah jatuh menjadi sebuah bencana besar yang tak ada di sejarah film-film manusia kekuatan super. Paruh awal yang berjalan sangat lambat dan tak bisa mengembangkan apapun, paruh kedua yang sangat jatuh dan berantakan, benar-benar membuat Fantastic Four jatuh menuju lubang hitam yang mereka ciptakan sendiri. Believe the bad hype, Fantastic Four is that bad, very bad
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar